Oleh Moh. Dahlan
Kejadian bentrokan fisik antara Front Pembela Islam (FPI) dengan Aliansi Kerukunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Monas pada hari Ahad 1 juni lalu, menyeruak menjadi sebuah penomena yang dianggap besar oleh sebagian kalangan, hampir semua kalangan baik tokoh nasional maupun lokal mengecam tindakan represif anggota FPI tersebut, bahkan hampir seluruh media, baik cetak maupun elektoronik menayangkan kejadian tersebut sebagai tontonan yang menggambarkan bahwa ternyata organisasi Islam sangat lengket dengan kekerasan dan premanisme.
Bahkan kepala Negara Presiden Yudhoyono langsung merespon kejadian tersebut dengan mengumpulkan Menteri-Menteri dibawah naungan Menkopolhukam, untuk mengutuk kejadian tersebut dan sekaligus memerintahkan jajaran terkait untuk memberikan tindakan tegas pada FPI. Dan sangat diherankan Duta Besar Amerika Serikat langsung memberikan tanggapan yang intinya mengecam kejadian penyerangan FPI kepada AKKBB tersebut.
Kontroversi penyerangan Laskar Islam dibawah bendera FPI kepada AKKBB kalau diliat dari presfektif tatanan hukum tatanegara kita, jelas melanggar aturan main, yang namanya kekerasan apapun bentuk dan alasannya itu tidak akan dibenarkan oleh hukum manapun, karena yang berhak menentukan benar dan tidak nya seseorang hanya penegak hukum yang boleh menentukannya.
Namun bila dilihat dari akar masalahnya, justru kita harus adil memandang kasus ini, yang dimaksudkan adalah penyerangan Anggota Laskar Islam kepada AKKBB timbul karena ada pemicu yang membuat reaksi anggota Laskar Islam untuk mengadakan penyerangan. Seperti yang diungkapkan oleh Egi Sujana SH saat berdialog dengan Orang Wahid Institut disalah satu media Televisi, beliau mengatakan bahwa Lanskar Islam menyerang anggota AKKBB karena ada yang memprovokasi dari pihak AKKBB dengan ungkapan yang tak pantas diucapkan bahwa Laskar Islam diplesetkan menjadi Laskar Iblis dsb, sehingga terjadilah peristiwa penyerangan itu.
Terlepas dari benar dan salahnya tentang peristiwa penyerangan itu kita akan menemukannya nanti di Pengadilan dan Pengadilannya pun yang fair tidak ada interpensi dari pihak manapun, namun dalam hal ini penulis sedikit menelaah tentang Organisasi AKKBB.
AKKBB lahir dan dibesarkan oleh berbagai kalangan tokoh lintas agama, golongan dan suku. Mereka merasa khawatir dengan kondisi kehidupan di Indonesia khususnya kehidapan beragama, yang dianggap telah tidak sejalan dengan semangat pluralisme, agama yang satu memandang agama lain salah dan harus dihapuskan bahkan menurut AKKBB ada gerakan yang terorganisir yang mau mengganti idiologi Negara Pancasila dengan idiologi agama tertentu. Atas kekhawatiran tersebut tokoh-tokoh AKKBB menyimpulkan bahwa Pluralisme dan Nasionalisme adalah jawaban yang tepat untuk mempertahankan idiologi Pancasila, dimana semua agama dan kepercayaan berhak hidup berdampingan di bumi Indonesia ini.
Berdirinya AKKBB tidak terlepas pula dengan Golongan Ahmadiyah yang kurun terakhir ini mendapat desakan oleh kalangan Islam untuk dibubarkan, karena mengingkari syariat Islam yakni menyakini Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad SAW. Mereka menolak dengan tegas Ahmadiyah untuk dibubarkan karena melanggar dan menghiyanati UUD 45 khususnya Pasal 29 ayat 1 dengan bunyinya Negara menjamin kehidupan Beragama. Bahkan tokoh AKKBB Gusdur yang dilangsir salah satu media TV menyatakan selama dia masih hidup akan mempertahankan Ahmadiyah jangan sampai dibubarkan, disamping Gusdur tampil pula Adnan Buyung Nasution ( Watimpres) Todung Mulya Lubis ( Praktisi Hukum) dan tokoh-tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) membela habis-habisan golongan Ahmadiyah.
Fenomena semacam ini memberikan gambaran kepada kita sebagai umat Islam, yang telah lama mengharapkan Islam sebagai pandangan hidup (way of life) bagi bangsa Indonesia dan sejak rezim Soekarno dan Soeharto Islam dipandang sebagai idiologi sempalan dan umat Islam dimarjinalkan dari percaturan politik Nasional, untuk bangkit dan merasakan kehidupan secara Islami sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits, kini benturan tersebut ternyata dikoordinasi oleh kalangan yang mengaku beragama Islam.
Pantaslah Nabi Muhammad SAW bersabda dalam Haditsnya “Bahwa Islam akan diruksak oleh kalangan umat Islam itu sendiri”. Dan kini Hadits tersebut relefansinya sangat terasa dengan kondisi sekarang, dimana sebagian umat Islam lebih bangga bila menjadi pembela kalangan minoritas yang telah menyimpang dari syari’at Islam dan mereka malu mengatakan bahwa dia sebagai umat Islam yang militan. Mereka memberikan argument bahwa agama manapun merupakan fitrah dan keyakinan seseorang yang tidak boleh diganggu bahkan dipaksakan untuk mengikuti agama yang lainnya. Bahkan mereka menyimpulkan bahwa bukan Islam saja yang berhak memperoleh surga tapi apapun agamanya berhak pula mendapatkan surga, Cuma mereka beda jalan, ibarat kita mau ke Jakarta, bisa lewat Tol Cipularang, lewat Cianjur atau Pantura.
Pola pemikiran diatas, timbul bukan tanpa sebab dan alasan, kalangan pengagum pluralisme dan liberalisme berasal dari latar belakang pendidikan Barat yang telah dicuci otaknya dan diberikan faham-faham sekularisme (Ghozwul fikri) sekembali mereka ke tanah air, mereka mereduksi kembali pemikiran-pemikiran keislaman yang dianggap kolot, konservatif dan menimbulkan perpecahan, dengan pemikiran Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme (Spilis). Mereka memcoba merombak Hukum-Hukum Islam yang selama ini dipandang kebenarannya telah valid menjadi hukum yang bertolak belakang dengan argumentasi yang asal-asalan seperti kawin beda agama, mereka memperbolehkan kawin dengan lawan jenis yang berbeda agama, hukum waris, jilbab dll. Bahkan Ahmad Suaedi dari Wahid Institut yang dilangsir di salah satu TV swasta, mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai Nabi Terakhir sebagai argumentasi orang Arab yang tidak menginginkan ada Nabi selain orang Arab (Nauzubillahi min Dzalik).
Pola-Pola pemikiran nyeleneh diatas, dengan ditopang dan didukung dana yang besar serta keberpihakan media elektronik dan cetak sebagai alat yang paling efektif menyebarkan faham tersebut lambat laun telah mengotori pemikiran sebagian umat Islam. Bahkan lebih celakanya lagi orang-orang yang punya pemikiran kontroversi tersebut lahir dari golongan akademis yang dapat melahirkan intelektual-intelektual Islam, contohnya seperti IAIN yang sekarang diganti UIN banyak Dosen-Dosen yang mempengaruhi pola fikir Mahasiswanya untuk membedah Hukum-Hukum Islam yang telah baku dan jelas keshohihannya.
Potret buram kondisi Umat Islam semacam itu, menurut hemat penulis tak terlepas dari konsfirasi Global yang sengaja dibangun untuk mendeskreditkan Islam, sebagaimana Tesis Sameul Hamilton bahwa setelah perang dingin berakhir antara Unisovyet dan Amerika Serikat, maka ancaman baru bagi eksistensi Amerika dan Uni Eropa adalah Islam. Maka dimotori Bush satu persatu Negara Islam diserang dan dihancurkan seperti Afghanistan dan Irak dan mungkin sebentar lagi Iran.
Kembali lagi pada konsfirasi global khususnya dalam bidang pemikiran dan mencari kelemahan Islam, mereka mendanai sebuah proyek pengkajian kembali kontemplasi Hukum Islam untuk dibelokan menjadi Hukum yang lebih berpihak pada kepentingan mereka, baik sifatnya jangka panjang maupun jangka pendek, mereka mengharapkan Umat Islam tidak menyentuh pada ranah politik sehingga bila kekuasaan dipegang oleh Umat Islam berbagai kepentingan mereka akan terganjal, mereka menginginkan agar umat Islam tak punya peran strategis dalam mengelola negara.
0 komentar:
Posting Komentar