Oleh Moh. Dahlan
Mengawali tulisan ini, penulis mencoba memberikan gambaran tentang negeri yang elok, indah serta kaya akan sumber daya alam, kata orang Indonesia sebagai Jamrud Katulistiwa, ya itu lah Indonesia. Tuhan telah memberikan kelimpahan rizki untuk bumi ini, bandingkan dengan daerah Afrika sana atau kutub utara dan selatan, negeri yang sebagian tandus dan sebagian lagi negeri yang terus dihiasi dengan dinginnya salju es yang membeku. Tapi, apakah warga negara Indonesia sudah sejahtera dengan persediaan sumber daya alam yang melimpah, jawabannya justru jauh dari panggangan api.
Ternyata data BPS menyebutkan bahwa warga negara yang hidup dibawah garis kemiskinan mencapai 17 % dari populasi penduduk yang berjumlah 250 Juta, jumlah tersebut belum ditambah dengan angka pengangguran dan penduduk miskin, Mungkin masyarakat lapisan menengah dan kalangan konglomerat tidak kurang dari 10%. Padahal dalam berbagai kesempatan Presiden Yudhoyono telah berulang kali menyatakan bahwa ekonomi makro Indonesia sudah meningkat, bahkan selorohnya Indonesia tergolong kedalam negara yang pertumbuhan ekonominya paling cepat dikawasan Asia.
Ya, pemimpin negeri boleh berargumentasi semacam itu, namun bukti ril dilapangan sangat bertolak belakang dengan retorika yang ada, dari mulai permasalahan masyarakat yang masih memakan nasi aking sampai pahlawan devisa kita (TKI) yang mendapatkan penyiksaan dari majikannya. Bandingkan dengan para konglomerat, seperti yang diliris oleh majalah PORBES (100 orang terkaya di Indonesia) urutan nomor wahid ditempati oleh seorang taipan (Bos Djarum) dengan nilai kekayaannya 11 milyar US Dollar setara dengan 100 Triliun rupiah, penulis yakin dibalik kesuksesannya mereka (konglemerat) dalam berbisnis ada semacam kong kalingkong dengan pemerintah. Pemerintah memberikan akses yang luas serta memberikan kemudahan untuk mengembangkan dunia usahanya, tentunya ada sejumlah fee yang masuk kantong pejabat, sehingga banyak kasus dilapangan bila para konglomerat itu ingin menggunakan lahan untuk parik misalnya, rakyat digusur oleh satpol PP tanpa memberikan dispensasi yang selayaknya diterima oleh mereka.
Sisi lain dari problematika yang sedang dihadapi oleh penduduk negeri ini adalah kebobrokan moral baik yang dilakukan oleh para pemimpin ataupun masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini Penulis akan lebih menyoroti pada dekadensi moral remaja sebagai pewaris negeri ini. Kita patut terhenyak dan juga Istighfar mohon perlindungan kepada Allah SWT, dalam mensikapi apa yang telah terjadi dibumi Indonesi kurun terakhir ini, menurut hasil penelitian yang dirilis Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahwa remaja putri yang berdomisili dikota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Bandung 50% nya menyatakan sudah tidak perawan lagi (virgin) nauzubillahi min dzalik!. Kita selaku orang yang menyatakan diri sebagai orang yang beriman tentunya merasa sangat prihatin dengan kondisi tersebut.
Apa jadinya bila dikemudian hari negeri yang kita cintai ini dipimpin oleh seseorang yang ahlaknya sudah rusak, negeri ini diambang kehancuran,bayangkan saja berapa juta anak-anak Indonesia sudah terjerumus pada ajang prostitusi. Penduduk Jakarta misalnya sekarang berjumlah 15 Juta jiwa apabila usia remaja berjumlah 8 jt jiwa berarti 4 jt lebihnya sudah melakukan seks bebas. Penulis sangat yakin azab Allah akan segera tiba, bila ada tidak solusi dari berbagai pihak untuk menanggulangi permasalahan ini, seperti apa yang terjadi pada kaum Nabi Luth, Allah SWT membinasakan kaum Nabi Luth karena mereka sudah melakukan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT, ya diantaranya seks bebas (free sex), homoseksual dll.
Peran Pemerintah Dan Masyarakat
Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat harus bersinergi untuk memecahkan masalah ini, baik orang tua sebagai garda terdepan untuk lebih intensif memperhatikan prilaku anaknya bila dia sudah menginjak usia remaja, pemerintah melalui instansi-instansi terkait bisa merumuskan kebijakannya yang konkrit sehingga bisa meredam bahkan menghentikan praktek-praktek semacam ini, Ulama sebagai benteng moral bangsa harus lebih intensif memberikan penyadaran pada masyarakat tentang bahaya dari prilaku seks bebas ini, lembaga pendidikan keagamaan memberikan pelayanan terbaik bagi siswa sehingga mereka bisa memahami akibat yang ditimbulkan dari perbuatan ini.
Dan yang lebih penting dibalik usaha-usaha berbagai lapisan masyarakat untuk membasmi praktik-praktik semacam ini adalah pemerintah dan wakil rakyat mereformasi aturan (hukum) yang ada, karena longgarnya aturan yang mengatur prilaku perzinaan, maka orang yang ingin melakukan hubungan pra nikah tidak punya beban untuk melakukannya, diperparah lagi dengan apatisnya sebagian masyarakat bila melihat kejadian itu, media cetak dan elektronik sudah begitu vulgar menayangkan prilaku perzinaan dan kekerasan tanpa ada batasan yang jelas.
Implementasi UUD Pornografi dan Pornoaksi
Sebenarnya bila pemerintah secara sungguh-sungguh bisa mengimplementasikan Undang-Undang Pornoaksi dan Pornografi yang dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah, tentunya kejadiannya tak seperti ini. Pemerintah dirasakan setengah hati untuk menjastifikasi kan aturan ini, banyak benturan kepentingan yang melatarbelakangi kenapa Undang-Undang ini belum dijalankan secara maksimal, yang menurut sumber yang dapat dipercaya, kalangan non muslim dan golongan pegiat pluralisme dari awal sangat giat menolak disyahkan nya Undang-Undang ini. Mereka berpendapat bilamana UU ini di sahkan akan mematikan kreativitas anak bangsa dan melanggar hak azasi manusia. Padahal kalau mereka berfikiran arif dan bijaksana tanpa diembel-embel stigmatisasi agama sebenarnya Undang-Undang ini bukan hanya mengakomodir kepentingan golongan Islam saja, namun manfaatnya akan sangat dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat, tidak hanya terkooptasi untuk kalangan umat Islam saja.
Mengakhiri dari tulisan ini, penulis ingin memberikan kesimpulan dari tulisan ini. Pertama, problematika remaja dewasa ini mengalami titik kulminasi, maksudnya karena rendahnya pengetahuan norma agama dan kemasyarakatan, prilaku sek bebas mereka anggap sebagai ungkapan cinta sejati yang diberikan kepada pasangannya, tidak terbersit dalam benaknya bahwa prilaku ini adalah perbuatan dosa.
Kedua, daya dukung masyarakat untuk mencegah perbuatan ini dirasakan sangat kurang, dengan dalih tren, modern dan kebebasan. Masyarakat begitu apatis mengawasi keluarga dan lingkungannya. Bahkan lebih celaka lagi ada sebagian orang tua yang membebaskan pergaulan anak gadisnya diluar rumah, mereka berdalih juga anak jaman sekarang kalau dibatasi akan minder dan menutup diri dari lingkungan
Ketiga, aturan formal (legal formal) masih setengah-setengan dijalankan oleh pemerintah. UU Pornografi dan Pornoaksi baru sebatas retorika belum dioptimalkan secara komprehensif.
Maka untuk memecahkan permasalahan ini, sinergitas berbagai elemen masyarakat bahu membahu mengikis habis budaya ini, diakui atau tidak kita telah melakukan dengan istilah “dosa berjamaah”, karena ketidak kepekaan kita akan masalah ini, tidak ada salahnya kalau dibentuknya Polisi Syari’ah seperti yang telah diberlakukan di Nangro Aceh Darussalam, ternyata cukup efektif membatasi pergaulan remaja. Negara ini memang bukan negara Islam ( Islam Justic) namun apakah bukan hal yang mendesak bila aturan-aturan Islam bisa dielaborasi kedalam hukum positif untuk kemaslahatan ummat. Wallohu’alam bissowab.
2 komentar:
bagaimana konsekwensi dari dosa berjama'ah ditinjau dari sisi manusia sebagai makhluk biologis
pada dasarnya, setiap manusia itu mempertanggung jawabkan amalnya masing-masing, sebab amal soleh atau dosa itu tanggung jawab masing-masing. namun begitu, islam pun sangat toleransi terhadap permasalahan sosial, sehingga, ada kewajiban yang harus dilakukan secara bersama (diwakili), ya, itulah fardhu kifayah. jika fardhu kifayah tidak dilaksanakan dengan baik. akan menjadikan kelompok yang mempunyai tanggung tersebut berdosa.
Nah, bagaimana konsekwensi dosa berjamaah ditinjau dari sisi manusia sebagai makhluk biologis?
saya, hanya akan mengomentari sedikit. pertama, manusia dalam bentuk biologis sering diartikan manusia mempunyai kebutuhan biologis, seperti minum, makan, tidur, dan hubungan seks. Bisa jadi, indikasi yang menyeret manusia pada dosa berjamaah itu adalah karena faktor kebutuhan yang terlalu diinginkan dan tidak dipikirkan sisi transendennya (syahwat), itu yang bisa menyeret manusia pada jurang dosa berjamaah. struktur pemerintahan yang "tutup mulut" pada permasalahan, msialnya, rakyat kelaparan dan kemiskinan.
jeremy Bentham pernah mengatakan, bahwa solusi untuk menghindari--meski tidak mengatakan mengangkat seseorang dari jurang kesengsaraan--kesengsaraan sosial itu merupakan tugas bersama. "kebahagiaan adalah tanggung jawab bersama", tuturnya dalam The secreet of happines. teori bentham, yakni utilitarian, menekankan, tugas manusia secara berjamaahlah untuk menciptakan kebahagiaan, baik kebahagian sosial atai individual.
sebenarnya dari awal saya ngerti, saya terlalu banyak bicara yang tidak paruguh....
berjaya negblog....
Posting Komentar