Senin, 27 Desember 2010

MENAKAR KEMBALI KEHIDUPAN BERAGAMA DI KECAMATAN CIBIUK


Oleh: Moh. Dahlan

Cibiuk, sebuah daerah yang berada di Kabupaten Garut , menurut data yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Cibiuk, secara demografi Cibiuk  berada di kaki gunung Haruman, beriklim sejuk serta  sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, dengan jumlah penduduknya 35.728 jiwa.

Dalam bidang pendidikannya, Cibiuk tak ketinggalan jauh dengan Kecamatan lainya yang ada di Kabupaten Garut, cukup komplit mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, atau kejuruan. Begitupun dalam bidang sosial keagamaan, mayoritas masyarakat Cibiuk menganut agama Islam, dengan ditandai dengan berdirinya Masjid dan surau dikampung-kampung.

Penulis dalam kajian ini mencoba menganalisis secara obyektif bagaimana kehidupan beragama di Cibiuk, yang mana dekade terakhir ini mengalami perubahan, baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini untuk menakar kembali kehidupan beragama cibiuk tempo dulu dengan cibiuk sekarang yang sudah terjamah modernisme disemua lini kehidupan masyarakatnya.

Nama Cibiuk menurut sumber yang dapat dipercaya mengandung makna filosofis yang amat dalam, kalaulah ditafsirkan Cibiuk terdiri dari dua suku kata, Ci adalah air dan Biuk adalah bau, jadi Cibiuk mempunyai arti  air yang bau. Sekilas makna tersebut memberikan gambaran bahwa air yang ada di wilayah Cibiuk tidak layak dikonsumsi karena baunya tidak enak untuk dihirup, namun arti itu bukan kesana arahnya, namun mengandung makna anonim, yang dimaksud disini adalah Cibiuk sebuah daerah yang harus terhindar dari perbuatan yang buruk, baik dimensinya menurut norma masyarakat maupun dengan aturan-aturan agama (syariat Islam).

Dahulu Cibiuk mempunyai peran strategis dalam proses islamisasi wilayah-wilayah sekitarnya, karena Cibiuk dijadikan sentral penyebaran Agama Islam oleh waliyulloh Syeh Jafar Siddiq. Beliau satu generasi dengan Syeh Muyhi yang menyebarkan Islam di daerah Tasik Selatan (Pamijahan), bukti-buki otentik bisa dilihat dari berbagai petilasan beliau serta makamnya di sebelah barat kecamatan tepatnya di Pasir Pureut Desa Cipareuan.  

Namun kini, seiring dengan perkembangan jaman yang begitu pesat, modernisme telah menjadi bagian tak terpisahkan dengan masyrakat Cibiuk, membawa dampak yang kurang bersinergi dengan budaya religius yang telah lama tertanam. Terjadi akulturasi budaya yang salah kaprah dan cenderung pragmatis yang membahayakan sendi-sendi kehidupan beragama dan humanisme . Budaya gotongroyong, empati dan kepedulian kepada sesama, kini berubah menjadi individualistik  dan skeptis. Penyakit masyarakat sudah merambah tiap-tiap kampung, yang mana orang tua dulu menganggap bahwa kejadian itu terjadi di kota-kota besar saja. Padahal kalau menilik dari segi kuantitasnya, kini bermunculan sarana pendidikan keagamaan yang hampir merata ditiap-tiap kampung, seperti Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren dan Majlis Ta’lim.
 Dalam benak penulis muncul berbagai pertanyaan  apa yang salah dalam hal ini, pemimpinkah yang tidak mempunyai kepekaan sosial, para pemuka agama kah yang sibuk mencari popularitas bak selebriti, gejala globalisasikah atau emang tanda-tanda  akhir zaman sebagaimana yang digambarkan dalam hadits-hadit Rosulullah.

Gonjang Ganjing pemahaman Teologi baru
Ada yang menarik untuk diteliti lebih mendalam tentang  apa yang terjadi sekarang di masyarakat Cibiuk, yaitu bermunculannya faham-faham yang dirasakan nyeleneh ( kontroversi) buat sebagian besar masyarakat Cibiuk. Menurut penelaahan penulis faham-faham tersebut muncul yang tak terlepas dari apa yang diperjuangkan oleh Sukarmadji Kartosuwiryo ( pimpinan Darul Islam), yaitu ingin menjadikan Indonesia menjadi negara Islam Indonesia. Paham tersebut sampai sekarang masih dipegang teguh oleh sebagian pengikutnya, maka lewat tangan-tangan mereka lah banyak dari anggota organisasi Islam yang ada di Cibiuk, seperti Muhammadiyah, NU dan Persis yang terjerumus ikut kedalam ajakan mereka untuk mengikrarkan diri sebagai neo Darul Islam atau Darul Islam jilid II, setelah perjuangan Darul Islam yang dulu gagal memperjuangkan berdirinya NII.  Untuk mempresure calon anggota,  Mereka dijejali berbagai doktrin tentang teologi keislaman, jihad dan kemasyarakatan. Dimana yang dijadikan literatur dari ajaran-ajaran DI yang dulu. Mereka menolak dengan tegas pemahaman-pemahaman tentang ke Islaman yang di amalkan oleh organisasi Islam yang ada, menurutnya ajaran-ajarannya sudah melenceng jauh dari sunnah Rosululloh SAW, karena organisasi yang ada tidak memperjuangkan  terbentuknya negara Islam, kedekatannya dengan pemerintah serta adanya kompromi dengan orang-orang kafir. 

Gonjang-ganjing perbedaan reinterpretasi tentang syariah antara organisasi kemasyarakatan yang ada dengan sekelompok kecil yang mengklaim sebagai neo Darul Islam telah menimbulkan ekses yang kurang baik bagi perkembangan keagamaan di Cibiuk. Pertama,  generasi muda yang semula bebas bergaul dengan siap saja tanpa memandang status dan organisasi, harus terkungkung oleh dogmatisme yang difatwakan oleh kelompoknya. Maka yang terjadi  mereka termarjinalisasikan dari pergulan lingkungannya dan dia menjadi ekslusif dari dunia luar yang dulu pernah jadi bagian kehidupannya bahkan banyak kasus yang terjadi hubungan keluarga menjadi retak disebabkan oleh perbedaan prinsif itu . Kedua, terbengkalainya sasaran dakwah. Mestinya para tokoh masyarakat Cibiukharus  paham betul apa yang terjadi di dunia modern ini, tanpa disadari dunia modern telah merasuk jiwa-jiwa masyarakat Cibiuk pada umunya dan disayangkannya yang banyak diserap adalah dari sisi-sisi negatifnya. Bukan hal yang asing lagi khususnya didunia remaja dekadensi moral, pergaulan bebas, narkoba, minum-minuman keras dll, telah merata hampir disetiap kampung, kalau tanpa sentuhan dakwah maka lima tahun atau sepuluh tahun yang akan datang Cibiuk terkenal dengan dunia kriminalitasnya bukan dunia agamaisnya. Ini tentunya tugas berat terutama bagi para tokoh ulama dan masyarakat, bila dikedepankan egoisme dan perbedaan prinsif, maka tak pelak kita akan memonton generasi-generasi muslim yang bobrok.

Sangat disayangkan bila dulu Cibiuk sangat terkenal dengan lahirnya ulama-ulama besar, kini terkenal dengan Sambalnya, yang bila ditelaah sambal mempunyai nilai folosofis yang tinggi. Eyang Fatimah sebagai keturunan dari Syeh Jafar Sidiq membuat sambal bukan hanya untuk sebagai pelengkap makan, tapi dibalik itu sambal terdiri dari bebagai macam rempah rempah bila dijadikan satu dan diulek akan membawa kenikmatan tersendiri bagi orang yang makan. Begitu pun dengan masyarakat Cibiuk yang terdiri dari bebagai sifat dan watak yang berbeda harus disatukan dalam ukhuwah Islamiyah akan menjadi kekuatan dalam menggapai indahnya mardho tillah. Wallohu a’lam
Baca Selengkapnya... »

Rabu, 15 Desember 2010

Cahaya Yang Terperangkap


Oleh DASAM SYAMSUDIN


Agama dan Humanisme-Lubang hitam (black hold), bukanlah sebuah lubang. Itu adalah bintang yang mati. Bintang gemintang yang berserakan di jagat raya mempunyai usia. Maksudnya, pijar yang menyala-nyala di tubuh bintang suatu saat akan padam. Dan reaksi supernova yang terjadi sebelum bintang itu betul-betul mati akan melempar dan menghamburkan seluruh materi dan energi dengan dahsyat. Lalu, semua materi itu akan terhisap kembali pada materi dasar bintang tersebut dengan kekuatan gravitatsi yang secara menakjubkan menjadi jutaan kali lipat besarnya. Sehingga dengan daya hisap gravitasi yang sangat dahsyat itu mampu menarik benda-benda angkasa yang lewat dekat dengannya. Sebesar dan secepat apapun benda angkasa yang mendekat akan hancur terhisap, termasuk sesuatu yang tercepat; seperti gelombang foton (cahaya). Besarnya daya gravitasi bintang tersebut membuat cahaya terjebak dan tak berdaya, tak bisa memantul atau lepas darinya. Hal itu menyebabkan tak ada gelombang foton yang dipantulkan dari bintang tersebut, sehingga bintang itu terlihat bolong layaknya sebuah lubang dalam yang tak berujung. Bukan hanya itu, besarnya gaya gravitasi menjadikan bintang mati itu menghisap dirinya sendiri sampai ukurannya berkali-kali lipat lebih kecil dari ukuran awalnya. Sangat menakjubkan.

Bayangkan, sebuah bintang yang begitu besar bisa tidak terihat disebabkan tak ada cahaya yang mampu memancar darinya. Alih-alih cahaya yang menyorot bintang itu malah dihisapnya.

Fakta ilmiah di atas yang ditemukan pada abad keduapuluh ini, mempunyai hikmah yang sangat menarik. Katakan saja bisa dianalogikan dengan keimanan pada Tuhan yang bisa tidak terlihat (tidak terasa) karena hati kita tidak bisa memancarkan cahaya-Nya.

 Al-Quran berfirman, “Allah adalah cahaya di atas cahaya”. Menurut Dr. Zakir Naik, penulis buku Al-Quran dan Sains Modern, dia juga seorang Hafidz (seorang yang hafal seluruh Al-Quran), mengatakan, yang dimaksud Allah cahaya diatas cahaya merupakan sebuah analogi; bahwa Allah SWT merupakan cahaya. Dia adalah sumber cahaya yang tidak pernah padam yang mampu “menerangi” alam semesta agar bergerak mengikuti hukum-Nya, juga sebagai cahaya yang menuntun orang-orang yang beriman kepada-Nya, dan juga sebagai cahaya yang membuka penglihatan kepada orang-orang yang buta mata[hati]nya sehingga ia sadar dimana ia berada dan siapa dirinya.

Semua manusia dilahirkan dalam keadaan “fitrah”. Maksudnya, manusia pada dasarnya mempunyai potensi untuk beriman yang selalu ada di dalam hatinya. Sejak akalnya diciptakan dan diberi “kemampuan untuk menerima kebenaran”—meminjam istilah Aristoteles—manusia sudah dikenalkan pada Tuhannya. Yang apabila akalnya mampu berpikir secara “baligh” ia bisa berhubungan erat (menyadari) dengan kebenaran hati yang senantiasa memancarkan cahaya keyakinan bahwa Allah itu ada. Cahaya-Nya akan selalu memancar di dalam hatinya sebagai penerang atau pembuka kesadaran bahwa manusia harus beriman kepada-Nya.

Jadi, tidak ada manusia yang tidak menyadari akan kehadiran Tuhan, meski ia seorang atheis. Tuhan yang tidak membutuhkan bentuk dalam kehidupan, itu karena kehadiran-Nya sangat terasa dalam hidup ini. Seperti kata M. Quraish Shihab, ketidak terlihatan Tuhan dalam kehidupan karena Dia sangat terasa kehadiran-Nya. Atheis hanyalah sebuah pengakuan manusia yang “merasa” tidak ada Tuhan atau tidak membutuhkan Tuhan. Sebab hakikatnya ia mengakui sebuah “kekuatan” yang senantiasa hadir dalam hidupnya dan yang menjadikannya hidup. Seorang sufi berkata, selagi manusia memiliki harapan dan ketakutan, selama itu pula ia mengakui Tuhan.

Semua manusia itu memiliki cahaya Allah SWT yang berada dalam hatinya. Akan tetapi, acap kali gemerlap kehidupan dunia membutakan matahati sehingga kita lebih terpesona oleh pancaran kehidupan dunia ketimbang pancaran cahaya Allah. Hati yang terlalu sibuk dengan kehidupan dunia, ditambah kebanggaan terhadap diri sendiri membuat cahaya Tuhan yang memancar di dalam hati tidak terasa. Ledakan syahwat dunia layaknya supernova menjadikan diri terhisap kedalam hati yang telah terbungkus dengan gemerlapnya cahaya dunia yang ada kalanya menipu.

Untuk membuka tabir gelap yang menutupi cahaya hati, manusia harus berusaha sekerasnya mendefault (mengembalikan akal dan hatinya) pada posisi awal, saat belenggu-belenggu pikiran dan kesombongan belum pernah menyentuhnya. Cobalah berpikir sejenak merasakan pancaran cahaya yang ada di dalam hati kita dengan tidak mengikat [dulu] hidup kita pada sebuah prinsip, baik atau buruknya. Netralkan akal dan pikiran dari teori-teori hidup ini, kosongkan dari kesibukan duniawi, dan pada akhirnya kita akan menyadari bahwa di dalam hati ada sebuah cahaya yang membuka kita pada penglihatan bahwa disinilah kita hidup, dan inilah diri kita yang tercipta karena Allah SWT.

Jika meminjam istilah Ari Gynanjar, seorang trainer ESQ (Emotional Spiritual Questiion), bahwa setiap hati manusia itu ada godspot (suara Tuhan). Setiap manusia menyepakati kebenaran universal, yakni di dalam hati manusia senantiasa ada yang membisikan bahwa kebenaran itu benar dan keburukan itu buruk. Orang jahat tahu apa yang dilakukannya itu salah. Meski perbuatannya salah, tapi mengakui kesalahan adalah benar. Sebab hati tidak pernah bohong. Selain itu, setiap orang pasti merasakan hal yang sama; manusia itu harus berbuat baik dan berharap dirinya jadi orang baik, dan berharap semua penjahat itu jadi orang baik. Apa itu artinya? Artinya ada “suara” yang selalu membisikan kebenaran yang sama, dan itu adalah suara atau cahaya Allah Swt. Jadi benarlah, bahwa semua manusia dilahirkan dalam keadaan “fitrah”. Yakni manusia pada awalnya ada dalam keadaan suci dan selamanya harus menjaga kesuciannya. Dengarkan suara hati Anda: menodai sesuatu yang suci benarkah hal itu? Salah! Kalau begitu berusahalah diri kita agar menjadi yang suci (beriman kepada Allah SWT dan melaksanakan misi suci-Nya, yakni amal shaleh (berbuat baik). Wallahu A’lam.


Dasam Syamsudin, Aktivis IMM UIN SGD Bandung
Pemerhati masalah keagamaan
Baca Selengkapnya... »

Sabtu, 11 Desember 2010

Facebook-mu Neraka-mu



Oleh; Moh. Dahlan. Ketika saya melihat-lihat isi tulisan sebuah Tabloid terbitan Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah edisi VIII/April 2010, perhatian saya terkonsentrasikan pada sebuah rubrik AN NISA yang mengambil judul Facebook-mu Neraka-mu, kata awal yang terucap dari bibir saya, tulisan ini tendensius banget. Ya sebagian orang sudah menganggap bahwa facebook sudah menjadi bagian dari hidupnya, bagaimana tidak, orang kalau sudah hobi facebook kan kapan pun dan dimanapun pasti akan membuka situs jejaring sosial ini. Kalau ternyata facebook diidentikan dengan neraka, sudah dapat dipastikan orang yang terjaring situs pertemanan ini (facebooker) akan menilai bahwa kajian itu terlalu mengada-ngada bahkan cenderung akan mengabaikannya.
Sekilas gambaran dari tulisan itu, membahas sisi-sisi manfaat dan mafsadatnya dari media ini, baik bagi wanita ataupun laki-laki, manfaat yang paing besar adalah tersedianya berbagai informasi yang dibutuhkan, mulai dari pertemanan sampai buku-buku yang paling serius ada dimedia ini. Lebih lanjutnya  tulisan ini menampilkan sisi negatif dari situs jejaring sosial ini, menurutnya facebook yang kelihatan netral-netral saja, ternyata potensi negatif dan terjerumusnya orang kedalam perbuatan maksiat sangat terbuka lebar dan lebih spesifiknya  tulisan ini menyoroti kaum hawa (wanita) sebagai pengguna facebook, dimana banyak kasus yang terjadi wanita menjadi korban pemerkosaan, penculikan, ditipu dan sebagainya , semuanya berawal dari sekedar membuat akun facebook. Tapi justru melalu tahapan yang sederhana tersebut membawa petaka.
Lebih lanjutnya, tulisan ini menyoroti tentang wanita yang memajang foto dirinya diakun facebook nya, dari mulai yang santun sampai yang seronok, disatu sisi teman-temannya bisa melihat foto teman lainnya, tapi disisi lain tampilan foto dan wajah mereka justru mengundang tanya apakah ini tidak termasuk ber-tabarruj yang dilarang dalam Al-Qur’an (Al-Ahzab, 33:33) Allah berfirman:  “ Dan hendaklah kamu tetap dirumah dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”.   Untuk menguatkan argumentasinya tulisan itu mengutip dari Tafsir Ibnu Katsir dan dari Muqtil bin Hayyan, Ibnu katsir  mendefinisikan bahwa salah satu bentuk tabarruj yang dilakukan wanita jahiliyah adalah sengaja keluar rumah dan lewat dihadapan laki-laki. Tujuannya jelas supaya laki-laki yang dilewatinya mengagumi dan mengomentari kecantikan mereka. Sedangkan Muqtil bin Hayyan mendefinisikan bahwa tabarruj dapat dilakukan wanita dengan membuka tutup kepala (kedurung khimar) sehingga terbuka rambut, leher dan raut muka secara terang.
Kesimpulan dari tulisan tersebut, ada dua sisi yang di tekankan dalam hal ini, pertama, menyoroti wanita yang memasang foto di akun facebook tujuannya punya niat ingin dipuji dan dikagumi kaum pria maka dapat dikatagorikan bahwa wanita tersebut sudah berbuat tabarruj , karena walaupun dia tidak diposisikan sebagai orang yang keluar rumah dan ingin disanjungi oleh laki-laki, tapi memajang foto diakun facebook dapat dikatakan melebihi substansi seorang wanita sekedar  keluar rumah, karena kalau wanita keluar rumah paling yang melihat dirinya satu atau dua orang laki-laki, tapi kalau wanita memajang fotonya di akun facebooknya akan dilihat oleh ratusan ribu bahkan jutaan penikmat facebook dari kalangan laki-laki. Kedua, dilihat dari sisi sosial, sebetulnya larangan ber-taharruj ini merupakan langkah antisipasif (sadd al-dzari’ah) untuk mencegah terjadinya bahaya yang cukup besar.  Bukankah kejahatan-kejahatan dunia maya, terutama facebook bermula dari tabarruj yang dilakukan oleh wanita. Lalu situasi ini dimanfaatkan oleh kaum laki-laki untuk bisa mengenal lebih jauh jati diri lawan cattingnya sehingga pada akhirnya berbuah kemadharatan, seperti penculikan, perselingkuhan, perzinaan dll. Maka dalam situasi itu facebook dapat dikatagorikanberpotensi menjadi NERAKA.
Studi Analisis
Menelaah tulisan ini, penulis akan mencoba mereposisi dan memaknai dari situs jejaring sosial ini (facebook) prespektif kajian sosial keagamaan. Menurut berbagai literatur facebook adalah sebuah social networking yang baru saja dirintis pada tahun 2006 oleh seorang mahasiswa Harvard yang bernama Mark Zuckerberg. Mark Elliot Zuckerberg atau Mark Zuckerberg lahir lahir pada 14 Mei 1984 di Dobbs Ferry, Westchester County, New York, Amerika Serikat (AS).

Ide berawal ketika dia bersekolah di Exeter High School, New HampshireSaat itulah dia berkenalan dengan Adam D’Angelo. Zuckerberg lulus dan masuk Harvard University, awalnya membuat program Coursematch yang memungkinkan mahasiswa di kelas yang sama bisa melihat daftar teman-teman sekelas. Proyek selanjutnya membuat facemash.com. Lewat situs ini para pengunjung bisa memberi stempel “keren” atau “jelek” foto seorang siswa, dan membuat Zuckerberg dipanggil oleh Badan Administrasi Universitas Harvard karena dianggap membobol sistem keamanan komputer kampus, melanggar peraturan privasi di internet, dan melanggar hak cipta. Oleh karena itu ia mebuat Facebook dan diluncurkannya pada tahun 2004. Dalam waktu singkat duapertiga mahasiswa Harvard jadi pengguna Facebook. Teman sekamarnya, Dustin Moskovitz dan Chris Hugh, dberhasil mengembangkan sayap ke Universitas Stanford, Columbia, Yale, Ivy College, dan beberapa sekolah lainnya di wilayah Boston. Dalam waktu singkat, mereka meluncurkan Facebook ke 30 sekolah.
 Jadi facebook dibuat oleh seorang mahasiswa Harvad yang ingin mahasiswa teman sekelasnya bisa dilihat dalam daftaran situs ini. Kalau dilihat dari kaca mata syari’at Islam, menurut hemat saya dapat diklasifikasi manfaat dan madharat dari facebook itu, kalau ternyata facebook itu bermanfaat dan dalam posisi tataran sosial belum menyentuh asfek aqidah, maka syah-syah saja orang memanfaatkan situs jejaring sosial ini, walaupun yang menciptakan situs ini adalah orang kaffir, karena Rosululloh pun tidak melarang ummatnya memakai fasilitas yang dibuat oleh orang kafir, selagi tidak menyalahi  hukum (wilayatulhukmi) Islam. Tapi sebaliknya apabila sudah menyalahi dimensi hukum positif tidak ada tawar menawar lagi untuk ummat Islam menggunakan fasilitas ini.
Namun untuk kaum hawa pada khususnya, menurut penilaian penulis didasari studi kasus yang terjadi belakangan ini, banyak kaum hawa yang menjadi pengguna setia facebook terjerumus pada lembah kenistaan, perzinaan, pemerkosaan, penculikan dll. Sebaiknya bagi kaum hawa merekontruksi kembali azas manfaat dan azas  mafsadat dari situs jejaring sosial ini dengan mengedepankan hukum Agama dan sosia kemasyarakatan. Tanpa diembel-embeli fatwa MUI atau Khotbahnya para da’i, saya yakin kaum hawa yang masih memegang tegung prinsif-prinsif agama dan moral dengan tulus dan ikhlas akan menghapus akunnya bilamana sudah mengarah pada perbuatan yang negatif (Fasad) bahkan kalau dilihat dari kacamata Ushul Fiqh ada qoidah yang menyatakan “ Darul mafasid muqoddimun ala jalbi masolih ( menolak kemafsadatan harus dikedepankan dari pada memetik manfaat), maksudnya apabila suatu perbuatan ternyata mafsadatnya lebih berat dari manfaatnya harus ditinggalkan. Selamat menelaah, kritisin yaa!   
Baca Selengkapnya... »

Jumat, 10 Desember 2010

REVITALISASI PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN (Agenda Strategis Menjawab Tantangan Globalisasi)


Oleh MOH DAHLAN

Pondok Pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional, keberadaannya sebelum republik ini bediri sangat diperhitungkan oleh bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Pada masa kolonialisme lahirlah dari Pondok Pesantren tokoh-tokoh nasional yang  tangguh, mereka menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal Mustopa dll. Maka dapat diakatakan bahwa masa itu Pondok Pesantren memberikan kontribusi yang besar bagi terbentunya republik ini.  Bila dianalisis lebih jauh kenapa dari lembaga pendidikan yang sangat sederhana muncul tokoh-tokoh nasional yang mampu menggerakan rakyat untuk melawan penjajah, jawabannya karena figur  Kiayi sebagai Pimpinan pondok pesantren sangat dihormati dan disegani, baik oleh komunitas pesantren (santri) maupun masyarakat sekitar Pondok, mereka meyakin bahwa apa yang diucapkan kiayi adalah wahyu Tuhan yang mengandung nilai-nilai kebenaran hakiki ( Ilahiyyah).

Pada masa pasca kemerdekaan, Pondok Pesantren perkembangannya mengalami pasang surut dalam mengemban misinya sebagai pencetak generasi Islam yang mumpuni dalam bidang Agama (tafaqquh fiddien). Pada masa Bangsa ini mengalami priode transisi antara tahun 1950 – 1965 Pondok Pesantren mengalami fase stagnasi, dimana Kiayi yang disimbolkan sebagai figur yang ditokohkan oleh seluruh elemen masyarakat Islam, terjebak pada percaturan politik praktis, yang ditandai dengan bermunculannya partai politik peserta PEMILU pertama tahun 1955, contohnya dengan lahirnya Partai Politik NU yang mewaliki warga Nahdiyyin, dimana Partai Politik NU bisa dibilang merefresentasikan dunia Pondok Pesantren karena sebagian besar pengurus dari parpol tersebut adalah Kiayi yang mempunyai Pondok Pesantren.   

Ada yang menarik untuk disimak dalam PEMILU Ke 1 ini, partai Politik yang berkompetesi pada saat itu, khususnya Parpol yang memakai syimbol Agama terjadi dua parpol besar yang kedua-duanya mempunyai pendukung panatik, pertama Partai Politik NU yang mewakili masyarakat pedesaan dan tradisionalis dan yang keduanya Partai Masyumi yang merefresentasikan masyarakat perkotaan dan modern. Kedua-duanya bertarung dengan partai nasionalis dan komunis. Dan patut disayangkan partai partai Islam kalah dalam pesta demokrasi tersebut karena suara kaum muslimin terpecah-pecah sehingga yang diuntungkan adalah partai nasionalis yang dipelopori oleh Soekarno (presiden pertama RI).

Di namika  pendidikan Pondok Pesantren pada periodesasi kepemimpinan Orde Baru (Soeharto),  seakan tenggelam tak terdengar lagi eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada kepentingan ummat Islam, rezim  lebih pro pada segelintir orang yang punya duit (konglomerat)  untuk diberikan  akses lebih luas dalam bidang dunia usaha. Bahkan kalangan Islam dicurigai sebagai masyarakat yang bisa meruntuhkan  pemerintahan, sehingga dibuatlah lembaga-lembaga seperti Pangkokamtib dibawah Letjen. Soedomo yang tujuannya memata-matai aktivis-aktivis Islam termasuk dari kalangan dunia Pondok Pesantren, seperti istilah Komando Jihad (KOMJI) tujuannya memancing kelompok Islam garis keras untuk bermunculan dan akhirnya mereka ditangkap dan dibui tanpa proses peradilan yang jelas. Potret masyarakat  pada waktu itu benar-benar termarjinalisasikan pada percatura politik nasional.

Seserca harapan timbul untuk nasib umat Islam dalam kancah pergaulan nasional setelah terjadinya era reformasi, Presiden Soeharto digulingkan dari tambuk kekuasaan oleh seluruh elemen masyarakat yang dimotori Mahasiswa dan kaum akademisi. Dunia pesantren mulai berbenah diri lagi dan mendapatkan tempat lagi dikalangan pergaulan nasional. Salah satunya adalah pendidikan Pondok Pesantren diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dimana dunia pesantren tidak dipandang lagi sebagai lembaga pendidikan tradisional yang illegal, namun pesantren diakui oleh pemerintah dan ada kesetaraan dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga pendidikan formal. Bahkan di Departemen Agama ada Direktorat yang menangani langsung lembaga Pondok Pesantren yaitu Direktorat Diniyah dan Pondok Pesantren.

Peluang tersebut semestinya harus dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh Pondok Pesantren, untuk meningkatkan kembali peranannya dalam sistem pendidikan nasional. Namun yang terjadi peluang tersebut belum memberikan respon pesitif kearah peningkatan kualitas pendidkannya, hal ini dapat dirasakan seberapa besar masyarakat yang ingin menitipkan anaknya untuk dididik dilembaga pendidikan pondok pesantren tentunya kalau dibandingkan dengan mereka yang sekolah disekolah-sekolah umum masih ada ketimpangan yang cukup besar, mungkin hanya 10 % nya saja anak-anak Indonesia yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren dan selebihnya mereka mengenyam pendidikan disekolah-sekolah umum.

Kalau kita berfikir lebih jernih dan profesional, apa yang melatar belakangi sehingga terjadi ketimpangan yang mencolok antara lembaga pendidikan pondok pesantren dengan lembaga umum, baik dari segi  kualitas maupun kuantitasnya. Maka tentunya pesantren harus merevitalisasi kembali sistem pendidikannya sehingga lambat laun kepercayaan masyarakat bisa tumbuh kembali.

Revitalisasi Pendidikan Pondok Pesantren

Perjalanan Pondok Pesantren mengalami perkembangan yang diwarnai dinamika kesinambungan dan perubahan. Pada masa sebelum kemerdekaaan, boleh dibilang pesantren mengalami periode keemasan, hal itu  ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, namun  dimulai sejak rezim Soeharto sampai sekarang, eksistensi Pesantren dalam kancah pergaulan nasional mengalami periode stagnasi dan minim prodeuktifitas yang unggul. Padahal kalau dibandingkan eksistensi pondok pesantren dulu dengan era sekarang dilihat dari perannya  sangat dibutuhkan sekarang, mengingat era globalisasi mengancam tatanan norma dan etika dimasyarakat, budaya ketimuran yang dulu menjadi simbol kepribadian bangsa Indonesia , kini mulai terkikis akibat dari derasnya budaya barat masuk pada setiap sendi kehiupan masyarakat. Norma dan etika hanyalah simbol tidak dimanifestasikan dalam kehidupan nyata, hedonisme, individualistik, materialistik kini yang menjadi trend ditengah-tengah masyarakat.

Mengangkat kembali peranan pendidikan pesantren ditengah-tengah masyarakat modern, maka dunia pesantren harus merevitalisasi kembali pola pendidikannya  tanpa merubah karakteristik dari corak pendidikannya itu sendiri. Dalam hal ini perlu membuat langkah-langkah startegis sebagai berikut:

Pertama, penguatan nilai-nilai spiritulitas, kecenderungan spriritulistik dunia pesantren  yang tinggi dapat dikembangkan menjadi dinamis, spiritual ini menampilkan lembaga pendidikan Islam yang berkemajuan, yaitu kemajuan yang berorientasi pada penguatan nilai-nilai agama dan ahlak dan penyeimbang antara kesalehan individu dan kesalehan sosial, karakter untuk menampilkan ciri khas semacam itu akan memacu bahwa pesantren sebagai pendidikan kader  pilihan (khaeru Ummah).

Kedua, merevitalisasi kembali peran dan fungsi  Kiayi. Perbedaan dunia pesantren dengan pendidikan formal lainnya adalah figur pengelolanya, disekolah dipimpin oleh Kepala Sekolah yang harus menjalankan kepemimpinannya atas dasar keputusan musyawarah dan atas dasar kepemimpinan kolektif koligea, namun dipesantren seluruh keputusan dan kepemimpinan hanya dijalankan oleh seorang Kiayi, gaya feodalis dalam hal ini berlaku di pesantren, program kebijakan semuanya diputuskan oleh Kiayi dan seluruh unsur dilikungan pondok wajib mengikutinya, apakan program itu dibarengi visi dan misi yang jelas atau sebaliknya. Penulis dalam hal ini akan memandang maslahat dan mafsadat nya gaya kepemimpinan semacam itu, maslahatnya adalah:
1.    Kewibawaan pimpinan tidak akan lutur
2.    Program tidak perlu lama-lama harus di sosialisasikan, namun praktis dalam waktu singkat bisa dijalankan, karena ada doktrin yang dibangun dan sangat diyakini oleh wagra pesantren, menyalahi perintah Kiayi takut kualat alias akan tertimpa hal-hal yang tidak diinginkan
3.    Lingkungan pendidikan akan selalu kondusif
4.    Sub-sub yang membantu pendidikan pesantern akan terarah disatu komando kiayi

Adapun mafsadatnya dari gaya kepemimpinan Kiayi semacam itu adalah:
1.    Demokratisasi di pesantren akan mengalami kemandegan
2.    Suksesi kepemimpinan akan memakan waktu yang lama
3.    Pesantren akan ekslusif tidak inklusif
4.    Para stap yang membantu kiayi tidak punya program strategis untuk kemajuan pondok

Ketiga,  dinamisasi antara perkembangan ilmu pengetahuan agama dan umum.  Di sebagian pondok pesantren (tradisional) masih ada dikotomi antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum. justru ini akan memperlemah peran dunia pesantren dalam percaturan global dan kalah bersaing dengan sekolah-sekolah formal. Hal ini diakibatkan bahwa pendidikan pondok pesantren lebih menitik beratkan pada pengetahuan agama dan mengesampingkan pendidikan umum, sebagian pesantren menganggap bahwa pendidikan umum sebagai bagian dari produk orang kafir. Apabila stigmatisasi ini masih berlaku dipesantren maka akan kontradikitif dengan apa yang terjadi dimasyarakat, mereka lebih berorientasi pada pengetahuan umum untuk mendapatkan jatah lapangan kerja dikemudian hari dari pada mendalami pendidikan agama yang katanya tidak punya masa depan yang jelas alias suram.

Keempat, peningkatan pelayanan pesantren pada masyarakat. Sinergitas pesantren sebagai lembaga yang eksis mendalami ilmu Agama (tafaqquh fiddien) dengan masyarakat sebagai objek yang memerlukan bimbingan dalam masalah keagamaan, harus benar-benar terjalin dengan baik. Pondok pesantren jangan menutup diri dari perkembangan dunia luar (ekslusif) tapi seharusnya membuka diri pada problematika keummatan (insklusif). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: apakah tidak ada seseorang dari golongan kalian yang disiapkan untuk mendalami ilmu agama, sehingga ia menjadi pengingat (nazir) bagi kaumnya bilamana mereka pulang dari peperangan. Ayat tersebut sangat jelas memberikan gambaran bahwa pesantren harus bersinergi dengan masyarakat untuk mengayomi masalah-masalah keummatan. 

Penutup
Demikianlah sekelumit bagaimana merevitalisasi dunia pesantren agar tetap eksis sebagai lembaga pendidikan sekaligus sebagai lembaga penyiapan kader ummat dan kader bangsa, dapat dibayangkan negara ini akan dimbang kehancuran etika dan moral bila mana pesantren sudah tidak dilirik lagi oleh masyarakat.
Wallohua’lamubissowab.    
Baca Selengkapnya... »

Selasa, 07 Desember 2010

Emakku Ingin Naik Haji (sebuah film yang menyentuh dimensi sosial diera modern)


oleh : Moh. Dahlan

Film Emaku Ingin Naik Haji mula-mula ditonton tak memberikan kesan yang mendalam dihati penulis, karena sebagaimana pengalaman yang dirasakan, film biasanya memberikan tontonan yang hanya dapat dinikmati pada saat ditonton saja, tidak memberikan nilai edukasi setelah film itu selesai, ya tujuan produser membuat film disamping untuk mendapatkan uang yang banyak, juga  untuk menghibur penontonnya, mau ada unsur edukasi  atau tidak tidak dalamnya tidak jadi bahan pertimbangan. Bahkan untuk menarik minat masyarakat untuk menonton film nya, sutradara membumbui  filmnya dengan adegan vulgas, sek dan kekerasan, yang diperankan oleh aktor dan artis yang sudah terkenal dengan cost yang tinggi.

Perfilman Nasional dewasa ini karena mungkin sepi kreativitas atau kurang modal, hampir semua judul-judunyal berbau horor dan mistik, seperti hantu perawan, suster ngesot, hantu karet dipak dll. Tentunya tak terlepas dari adegan-adengan yang mengundang birahi kaum lelaki.
Kembali lagi pada Film Emakku Ingin Naik Haji, menurut penulis film tersebut memberikan tontonan yang mengasyikan sekaligus mengharukan, bahkan tak terasa air mata tak terbendung meleleh dipipi karena terharunya sekenario yang dipertontonkan. Dalam Film tersebut ada dua sisi kehidupan yang kontradiktif, disatu sisi menggambarkan seorang nenek renta ingin naik haji, kalau diukur tingkat kemampuannya boleh dibilang mustahil untuk bisa berangkat naik haji. Dan disisi yang lainnya ada orang kaya yang sering melaksanakan haji dan umroh, mereka tidak mempersoalkan seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa naik haji.

Seorang nenek yang tua renta dengan segala keterbatasannya itu tidak putus asa untuk bisa naik haji, dia berusaha sekian lama  mengumpukan receh demi receh rupiah untuk biaya naik haji, selama 5 tahun dia mengumpulkan 5 jt rupiah disamping itu dia terus berdoa kepada Allah agar niatnya dikabulkan. Dan yang membuat dia optimis disampingnya ada anak yang sholeh mensuport maksud yang mulia itu.

Tapi usaha untuk mengumpulkan uang tersebut mengalami kendala, Allah memberikan cobaan lewat cucunya buah perkawinan anaknya dengan istri yang telah diceraikan harus segera dioprasi sehingga uang 5 juta itu hasil dari pengumpulan selama 5 tahun harus direlakan untuk pengobatan cucunya.

Apakah cobaan itu sampai disitu, ternyata tidak, anaknya yang menopang kehidupan nenek renta itu harus cacat fisik karena ditabrak mobil oleh seorang saudagar kaya yang menurut ceritanya dia bermain fair dengan sekertarisnya an bertengkar dengan istrinya didalam mobi. Dia pun berrencana  menunaikan  haji, tapi  tujuannya bukan untuk ibadah kepada Allah, namun  supaya ada title didepan namanya dengan sebutan pak Haji, sehingga masyarakat bisa memilihnya untuk jadi Wali Kota.

Di balik penderitaan orang tua renta tersebut, dengan kesabarannya Allah mengabulkan permohonannya lewat tangan orang kaya yang menginginkan dia berangkat naik haji dengan anaknya yang melahirkan dengan idjin Allah dia selamat melahirkan secara alami, walaupun Dokter menyarankan supaya dia melahirkan dengan cara disesar karena ada kelainan posisi bayi didalam rahim. Dan akhirnya dia beserta anaknya atas idjin Allah bisa menunaikan ibadah Haji.

Bersambung .......
Baca Selengkapnya... »

Apa Yang Salah Di Negeriku Indonesia ?


Oleh Moh. Dahlan

Mengawali tulisan ini, penulis mencoba memberikan gambaran tentang negeri yang elok, indah serta kaya akan sumber daya alam, kata orang Indonesia sebagai Jamrud Katulistiwa, ya itu lah Indonesia. Tuhan telah memberikan kelimpahan rizki untuk bumi ini, bandingkan dengan daerah Afrika sana atau kutub utara dan selatan, negeri yang sebagian tandus dan sebagian lagi negeri yang terus dihiasi dengan dinginnya salju es yang membeku. Tapi, apakah warga negara Indonesia sudah sejahtera dengan persediaan sumber daya alam yang melimpah, jawabannya justru jauh dari panggangan api.

Ternyata data BPS menyebutkan bahwa warga negara yang hidup dibawah garis kemiskinan mencapai 17 % dari populasi penduduk yang berjumlah 250 Juta, jumlah tersebut belum ditambah dengan angka pengangguran dan penduduk miskin,  Mungkin  masyarakat lapisan menengah dan kalangan konglomerat tidak kurang dari 10%.  Padahal dalam berbagai kesempatan Presiden Yudhoyono telah berulang kali menyatakan bahwa ekonomi makro Indonesia sudah meningkat, bahkan selorohnya  Indonesia tergolong kedalam negara yang pertumbuhan ekonominya paling cepat dikawasan Asia.

Ya, pemimpin negeri boleh berargumentasi semacam itu, namun bukti ril dilapangan sangat bertolak belakang dengan retorika yang ada, dari mulai permasalahan masyarakat yang masih memakan nasi aking sampai pahlawan devisa kita (TKI) yang mendapatkan penyiksaan dari majikannya. Bandingkan dengan para konglomerat, seperti yang diliris oleh majalah PORBES  (100 orang terkaya di Indonesia) urutan nomor wahid ditempati oleh seorang taipan (Bos Djarum) dengan nilai kekayaannya 11 milyar US Dollar setara dengan 100 Triliun rupiah, penulis yakin dibalik kesuksesannya  mereka  (konglemerat) dalam berbisnis ada semacam kong kalingkong  dengan pemerintah. Pemerintah  memberikan akses yang luas serta memberikan kemudahan untuk mengembangkan dunia usahanya, tentunya ada sejumlah fee yang masuk kantong pejabat, sehingga banyak kasus dilapangan bila para konglomerat itu ingin menggunakan lahan untuk parik misalnya, rakyat digusur oleh satpol PP tanpa memberikan dispensasi yang selayaknya diterima oleh mereka.

Sisi lain dari problematika yang sedang dihadapi oleh penduduk negeri ini adalah kebobrokan moral  baik yang dilakukan oleh para pemimpin ataupun masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini Penulis akan lebih menyoroti pada dekadensi moral remaja sebagai pewaris negeri ini. Kita patut terhenyak dan juga Istighfar mohon perlindungan kepada Allah SWT, dalam mensikapi apa yang telah terjadi dibumi Indonesi kurun terakhir ini, menurut hasil penelitian yang dirilis Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahwa remaja putri yang berdomisili dikota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Bandung 50% nya  menyatakan sudah tidak perawan lagi (virgin) nauzubillahi min dzalik!.  Kita selaku orang yang menyatakan diri sebagai orang yang beriman tentunya merasa sangat prihatin dengan kondisi tersebut. 

Apa jadinya bila dikemudian hari negeri yang kita cintai ini dipimpin oleh seseorang yang ahlaknya sudah rusak, negeri ini diambang  kehancuran,bayangkan saja berapa juta anak-anak Indonesia sudah terjerumus pada ajang prostitusi. Penduduk Jakarta misalnya sekarang berjumlah 15 Juta jiwa apabila usia remaja berjumlah 8 jt jiwa berarti 4 jt lebihnya sudah melakukan seks bebas. Penulis sangat  yakin azab Allah akan segera tiba, bila ada tidak solusi dari berbagai pihak untuk menanggulangi permasalahan ini,  seperti apa yang terjadi pada kaum Nabi Luth, Allah SWT membinasakan kaum Nabi Luth karena mereka sudah melakukan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT, ya diantaranya seks bebas (free sex), homoseksual dll.

Peran Pemerintah Dan Masyarakat
Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat harus bersinergi untuk memecahkan masalah ini, baik orang tua sebagai garda terdepan untuk lebih intensif memperhatikan prilaku anaknya bila dia sudah menginjak usia remaja, pemerintah melalui instansi-instansi terkait bisa merumuskan kebijakannya yang konkrit sehingga bisa meredam bahkan menghentikan praktek-praktek semacam ini, Ulama sebagai benteng moral bangsa harus lebih intensif memberikan penyadaran pada masyarakat tentang bahaya dari prilaku seks bebas ini, lembaga pendidikan keagamaan memberikan pelayanan terbaik bagi siswa sehingga mereka bisa memahami akibat yang ditimbulkan dari perbuatan ini.

Dan yang lebih penting dibalik usaha-usaha berbagai lapisan masyarakat untuk membasmi praktik-praktik semacam ini adalah pemerintah dan wakil rakyat mereformasi aturan (hukum) yang ada, karena longgarnya aturan yang mengatur prilaku perzinaan, maka orang yang ingin melakukan hubungan pra nikah tidak punya beban untuk melakukannya, diperparah lagi dengan apatisnya sebagian masyarakat bila melihat kejadian itu, media cetak dan elektronik sudah begitu vulgar menayangkan prilaku perzinaan dan kekerasan tanpa ada batasan yang jelas. 

Implementasi UUD Pornografi dan Pornoaksi
Sebenarnya bila pemerintah secara sungguh-sungguh bisa  mengimplementasikan Undang-Undang Pornoaksi dan Pornografi  yang dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah, tentunya kejadiannya tak seperti ini. Pemerintah dirasakan setengah hati untuk menjastifikasi kan aturan ini, banyak benturan kepentingan yang melatarbelakangi kenapa Undang-Undang ini belum dijalankan secara maksimal, yang menurut sumber yang dapat dipercaya, kalangan non muslim dan golongan pegiat pluralisme dari awal sangat giat menolak disyahkan nya Undang-Undang ini. Mereka berpendapat bilamana UU ini di sahkan akan mematikan kreativitas anak bangsa dan melanggar hak azasi manusia. Padahal kalau mereka berfikiran arif dan bijaksana tanpa diembel-embel stigmatisasi agama sebenarnya Undang-Undang ini bukan hanya mengakomodir kepentingan golongan Islam saja, namun manfaatnya akan sangat dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat, tidak hanya terkooptasi untuk kalangan umat Islam saja.

Mengakhiri dari tulisan ini, penulis ingin memberikan kesimpulan dari tulisan ini. Pertama, problematika remaja dewasa ini mengalami titik kulminasi, maksudnya karena rendahnya pengetahuan norma agama dan kemasyarakatan, prilaku sek bebas mereka anggap sebagai ungkapan cinta sejati yang diberikan kepada pasangannya, tidak terbersit dalam benaknya bahwa prilaku ini adalah perbuatan dosa.

Kedua, daya dukung  masyarakat untuk mencegah perbuatan ini dirasakan sangat kurang, dengan dalih tren, modern dan kebebasan.  Masyarakat begitu apatis mengawasi keluarga dan lingkungannya. Bahkan lebih celaka lagi ada sebagian orang tua yang membebaskan pergaulan anak gadisnya diluar rumah, mereka berdalih juga anak jaman sekarang kalau dibatasi akan minder dan menutup diri dari lingkungan
Ketiga, aturan formal (legal formal) masih setengah-setengan dijalankan oleh pemerintah. UU Pornografi dan Pornoaksi baru sebatas retorika belum dioptimalkan secara komprehensif.

Maka untuk memecahkan permasalahan ini, sinergitas berbagai elemen masyarakat bahu membahu mengikis habis budaya ini, diakui atau tidak kita telah melakukan dengan istilah “dosa berjamaah”, karena ketidak kepekaan kita akan masalah ini, tidak ada salahnya kalau dibentuknya Polisi Syari’ah seperti yang telah diberlakukan di Nangro Aceh Darussalam, ternyata cukup efektif membatasi pergaulan remaja. Negara ini memang bukan negara Islam ( Islam Justic) namun apakah bukan hal yang mendesak bila aturan-aturan Islam  bisa dielaborasi kedalam hukum positif untuk kemaslahatan ummat. Wallohu’alam bissowab.
Baca Selengkapnya... »

Senin, 06 Desember 2010

Bentrokan FPI Versus AKKBB Telaah Konsfirasi Global


Oleh Moh. Dahlan

Kejadian bentrokan fisik antara Front Pembela Islam (FPI) dengan Aliansi Kerukunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Monas pada hari Ahad 1 juni lalu, menyeruak menjadi sebuah penomena yang dianggap besar oleh sebagian kalangan, hampir semua kalangan baik tokoh nasional maupun lokal mengecam tindakan represif anggota FPI tersebut, bahkan hampir seluruh media, baik cetak maupun elektoronik menayangkan kejadian tersebut sebagai tontonan yang menggambarkan bahwa ternyata organisasi Islam sangat lengket dengan kekerasan dan premanisme.
Bahkan kepala Negara Presiden Yudhoyono langsung merespon kejadian tersebut dengan mengumpulkan Menteri-Menteri dibawah naungan Menkopolhukam, untuk mengutuk kejadian tersebut dan sekaligus memerintahkan jajaran terkait untuk memberikan tindakan tegas pada FPI.  Dan sangat diherankan Duta Besar Amerika Serikat langsung memberikan tanggapan yang intinya mengecam kejadian penyerangan FPI kepada AKKBB tersebut.
Kontroversi penyerangan Laskar Islam dibawah bendera FPI kepada AKKBB kalau diliat dari presfektif tatanan hukum tatanegara kita, jelas melanggar aturan main, yang namanya kekerasan apapun bentuk dan alasannya itu tidak akan dibenarkan oleh hukum manapun, karena yang berhak menentukan benar dan tidak nya seseorang hanya penegak hukum  yang boleh menentukannya.
Namun bila dilihat dari akar masalahnya, justru kita harus adil memandang kasus ini, yang dimaksudkan adalah penyerangan Anggota Laskar Islam kepada AKKBB timbul karena ada pemicu yang membuat reaksi anggota Laskar Islam untuk mengadakan penyerangan. Seperti yang diungkapkan oleh Egi Sujana SH saat berdialog dengan Orang Wahid Institut disalah satu media Televisi, beliau mengatakan bahwa Lanskar Islam menyerang anggota AKKBB karena ada yang memprovokasi dari pihak AKKBB dengan ungkapan yang tak pantas diucapkan bahwa Laskar Islam diplesetkan menjadi Laskar Iblis dsb, sehingga terjadilah peristiwa penyerangan itu.
Terlepas dari benar dan salahnya tentang peristiwa penyerangan itu kita akan menemukannya  nanti di Pengadilan dan Pengadilannya pun yang fair tidak ada interpensi dari pihak manapun, namun dalam hal ini penulis sedikit menelaah tentang Organisasi AKKBB.
AKKBB lahir dan dibesarkan oleh berbagai kalangan tokoh lintas agama, golongan dan suku. Mereka merasa khawatir dengan kondisi kehidupan di Indonesia khususnya kehidapan beragama, yang dianggap telah tidak sejalan dengan semangat pluralisme, agama yang satu memandang agama lain salah dan harus dihapuskan bahkan menurut AKKBB ada gerakan yang terorganisir yang mau mengganti idiologi Negara Pancasila dengan idiologi agama tertentu. Atas kekhawatiran tersebut tokoh-tokoh AKKBB menyimpulkan bahwa Pluralisme dan  Nasionalisme adalah jawaban yang tepat untuk mempertahankan idiologi Pancasila, dimana semua agama dan kepercayaan berhak hidup berdampingan di bumi Indonesia ini.
Berdirinya AKKBB tidak terlepas pula dengan Golongan Ahmadiyah yang kurun terakhir ini mendapat desakan oleh kalangan Islam untuk dibubarkan, karena mengingkari syariat Islam yakni menyakini Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad SAW. Mereka menolak dengan tegas Ahmadiyah untuk dibubarkan karena melanggar dan menghiyanati UUD 45 khususnya Pasal 29 ayat 1 dengan bunyinya Negara menjamin kehidupan Beragama. Bahkan tokoh AKKBB Gusdur yang dilangsir salah satu media TV menyatakan selama dia masih hidup akan mempertahankan Ahmadiyah jangan sampai dibubarkan, disamping Gusdur tampil pula Adnan Buyung Nasution ( Watimpres) Todung Mulya Lubis ( Praktisi Hukum) dan tokoh-tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) membela habis-habisan golongan Ahmadiyah.
Fenomena semacam ini memberikan gambaran kepada kita sebagai umat Islam, yang telah lama mengharapkan Islam sebagai pandangan hidup (way of life) bagi bangsa Indonesia dan sejak rezim Soekarno dan Soeharto Islam dipandang sebagai idiologi sempalan dan umat Islam dimarjinalkan dari percaturan politik Nasional, untuk bangkit dan merasakan kehidupan secara Islami sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits, kini benturan tersebut ternyata dikoordinasi oleh kalangan yang mengaku beragama Islam.
Pantaslah Nabi Muhammad SAW bersabda dalam Haditsnya “Bahwa Islam akan diruksak oleh kalangan umat Islam itu sendiri”. Dan kini Hadits tersebut relefansinya sangat terasa dengan kondisi sekarang, dimana sebagian umat Islam lebih bangga bila menjadi pembela kalangan minoritas yang telah menyimpang dari syari’at Islam dan mereka malu mengatakan bahwa dia sebagai umat Islam yang militan. Mereka memberikan argument bahwa agama manapun merupakan fitrah dan keyakinan seseorang yang tidak boleh diganggu bahkan dipaksakan untuk mengikuti agama yang lainnya. Bahkan mereka menyimpulkan bahwa bukan Islam saja yang berhak memperoleh surga tapi apapun agamanya berhak pula mendapatkan surga, Cuma mereka beda jalan, ibarat kita mau ke Jakarta, bisa lewat Tol Cipularang, lewat Cianjur atau Pantura.
Pola pemikiran diatas, timbul bukan tanpa  sebab dan alasan, kalangan pengagum pluralisme dan liberalisme berasal dari latar belakang pendidikan Barat yang telah dicuci otaknya dan diberikan faham-faham sekularisme (Ghozwul fikri) sekembali mereka ke tanah air, mereka mereduksi kembali pemikiran-pemikiran keislaman yang dianggap kolot, konservatif dan menimbulkan perpecahan, dengan pemikiran Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme (Spilis). Mereka memcoba merombak Hukum-Hukum Islam yang selama ini dipandang kebenarannya telah valid menjadi hukum yang bertolak belakang dengan argumentasi yang asal-asalan seperti kawin beda agama, mereka memperbolehkan kawin dengan lawan jenis yang berbeda agama, hukum waris, jilbab dll. Bahkan Ahmad Suaedi dari Wahid Institut yang dilangsir di salah satu TV swasta, mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai Nabi Terakhir sebagai argumentasi orang Arab yang tidak menginginkan ada Nabi selain orang Arab (Nauzubillahi min Dzalik).       
Pola-Pola pemikiran nyeleneh diatas, dengan ditopang dan didukung dana yang besar serta keberpihakan media elektronik dan cetak  sebagai alat yang paling efektif menyebarkan faham tersebut lambat laun telah mengotori pemikiran sebagian umat Islam. Bahkan lebih celakanya lagi orang-orang yang punya pemikiran kontroversi tersebut lahir dari golongan akademis yang dapat melahirkan intelektual-intelektual Islam, contohnya seperti IAIN yang sekarang diganti UIN banyak Dosen-Dosen yang mempengaruhi pola fikir Mahasiswanya untuk membedah Hukum-Hukum Islam yang telah baku dan jelas keshohihannya.
Potret buram kondisi Umat Islam semacam itu, menurut hemat penulis tak terlepas dari konsfirasi Global yang sengaja dibangun untuk mendeskreditkan Islam, sebagaimana Tesis Sameul Hamilton bahwa setelah perang dingin berakhir antara Unisovyet dan Amerika Serikat, maka ancaman baru bagi  eksistensi  Amerika dan Uni Eropa adalah Islam. Maka dimotori Bush satu persatu Negara Islam diserang dan dihancurkan seperti Afghanistan dan Irak dan mungkin sebentar lagi Iran.
Kembali lagi pada konsfirasi global khususnya dalam bidang pemikiran dan mencari kelemahan Islam, mereka mendanai sebuah proyek pengkajian kembali kontemplasi Hukum Islam untuk dibelokan menjadi Hukum yang lebih berpihak pada kepentingan mereka, baik sifatnya jangka panjang maupun jangka pendek, mereka mengharapkan Umat Islam tidak menyentuh pada ranah politik sehingga bila kekuasaan dipegang oleh Umat Islam berbagai kepentingan mereka akan terganjal, mereka menginginkan agar umat Islam tak punya peran strategis dalam mengelola negara.           
Baca Selengkapnya... »

Memaknai Tahajud Sebagai Spirit Of Islam

Oleh Moch. Dahlan, S.Ag

Dikursus mengenai problematika kehidupan ummat manusia abad 20 ini, tak henti-hentinya dibicarakan oleh berbagai kalangan, dari mulai intelektual/akademisi sampai masyarakat biasa. Mereka memandang bahwa kehidupan manusia tiap masa selalu berkembang menuju kearah kemajuan, baik menyangkut ilmu pengetahuan tekhnologi maupun menyangkut norma dan etika kehidupan bermasyarakat. Namun perkembangan tersebut tidak dibarengi dengan kesadaran bahwa mereka sebagai mahluk Allah yang senantiasa harus lebih mensyukuri akan segala nikmat yang Allah berikan kepada mereka.
Resistensi masyarakat yang kini memasuki era post- moderinisme tentang bagaimana untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sifat nya materi dan kemewahan hidup, sangat terasa sekali. Berbagai kajian yang sering kita dengarkan baik dilevel nasional maupun internasional, topik yang dikaji selalu terfokus bagaimana agar pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh dengan pesat, upaya meningkatkan daya beli masyarakat, menekan pengangguran, menghidupkan sektor ril dll, tak terdengar ada kajian bagaimana mentranformasikan Al-Qur’an supaya menjadi pegangan hidup (way of life) bagi umat manusia. Padahal Al-Quran akan memberikan solusi terbaik bagaimana umat manusia menjawab berbagai tantangan hidup ditengah-tengah manusia yang termarjinalisasikan oleh hiruk pikuknya mengejar kesenangan duniawi dengan menghalalkan berbagai cara.
Berbagai teori yang diutarakan oleh pakar ekonomi dan sosiologi bagaimana manusia agar sukses dan mengeksploirasi kerangka berfikir supaya kehidupannya maju, kaya raya, dan juga mampu bersaing dengan dunia global adalah meningkatkan skiil dan daya saing. Disamping itu dia bisa mempraktekan berbagai teori ekonomi kapitalis dan liberalisme ekonomi. Sebagai tolak ukurnya adalah keberhasilan bangsa-bangsa Eropa dan Amerika mampu menjadi Negara maju dan sebagai literatur keberhasilan ekonomi dunia.
Namun teori tersebut tidak seluruhnya benar, ternyata berbagai kasus yang terjadi di belahan dunia barat membuktikan, walau mereka berhasil dalam segi ekonomi, namun mereka kering dan hampa dalam bidang ruhaninya. Segala kemakmuran materi dan ketersediaan harta yang melimpah tidaklah cukup membahagiakan dirinya, seringkali mereka dilanda bermacam-macam kegundahan dan kekeringan makna hidup dan terserang penyakit haus akan kesenangan diri (pedhopilia). Berbagai survai yang telah dirilis dinegara-negara maju membuktikan bahwa 80% masyarakatnya tidak merasakan kebahagiaan hidup dan kesenangan batin, berbagai cara yang mereka tempuh agar hidupnya supaya bahagia, ada yang lari kedalam kehidupan kalangan burjaois ada juga yang lari pada sekte-sekte keagamaan yang diciptakan melalui perjalanan supranatural personal.
Islam dari sejak dulu , sejak di sebarkan melalui baginda Rosulullah SAW, telah menjawab berbagai permasalahan kehidupan manusia, Islam bukan saja mengatur hubungan manusia dengan kholiqnya (habluminnallah) namun Islam pun telah memberikan solusi yang tepat bagaimana manusia bisa mendinamisasikan kehidupannya dengan manusia yang lainnya (civil socaity). Islam telah mensubordinasikan berbagai asfek kehidupan supaya manusia tidak terlempar jauh kedalam kehidupan yang hina dan tertindas (Asfala safilin). Namun kalangan moderenisme dan sekuler (Orientalis) memandang bahwa Islam sebagai agama yang skeptis akan perkembangan jaman (attasyak) bahkan mereka lebih jauh menilai bahwa Islam merampas hak-hak indipidu (humanisme) dan membatasi pergaulan kaum hawa (feminisme)

Esensi Sholat Tahajjud

Salah satu ajaran Islam yang mendapatkan tempat yang istimewa dihadapan Allah SWT, adalah ibadah Sholat Tahajud. Tahajud didalam presfektif Al-Qur’an dan Assunnah adalah sholat yang dikerjakan pada sepertiga nya malam yang menurut tuntunan Rosululloh SAW (sunnah sorihah) dilaksanakan dengan jumlah 10 rakaat ditambah witir 1 jadi digenapkan menjadi 11 rakaat yang dilaksanakan dua rakaat-dua rakaat. (Subulussalam.2: 6). Menurut sebatas penelitian penulis, Ibadah-ibadah yang sifatnya sunnah, Al-Qur’an tidak secara eksplisit menjabarkan secara terperinci tentang tatacara pelaksanaan amalan sunnah tersebut, kecuali Sholat Tahajjud. Allah secara ekspisit memberikan pahala yang begitu besar kepada siapa saja yang secara rutin melaksanakannya, bahkan Allah SWT memberikan gelar yang sangat istimewa, yaitu sebagai hamba Allah yang selalu dikasihani (Ibadurrahman). (QS. Al-Furqon(25): 63).
Apabila seorang mahluk Allah diberikan gelar Oleh kholiqnya, maka kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat yang abadi akan mereka raih. Ilustrasinya apabila seorang rakyat biasa dapat menyenangkan hati sang penguasa, apapun yang dia minta akan diberikannya walaupun nyawanya sekalipun. Bahkan dalam hadits Rosululloh SAW, beliau ditanya oleh Istrinya Aisyah RA, kenapa Rosululloh selalu melaksanakan ibadah Tahajjud padahal segala dosa-dosa Beliau telah diampuni oleh Allah SWT, (Maksum) baik dosa-dosa yang telah lalu mapun dosa-dosa yang akan datang jawaban Rosullulloh SAW: ”Apakan tidak sepatutnya kalaulah aku sebagai seorang hamba yang bersyukur”. ( Mukhtarol Hadits (204): 1463).
Essensi hadits ini memberikan gambaran kepada kita, Rosulullah saja yang telah mendapat jaminan Allah SWT akan masuk sorga begitu memperhatikan dalam melaksanakan ibadah Tahajjud ini, apalagi kita sebagai hamba Allah yang tidak ada jaminan masuk sorga bahkan kita selalu berbuat dosa, maka sepatutnyalah kita berusaha semaksimal mungkin dapat melaksanakan qiyamullail (tahajjud) ini, sebagai solusi terbaik bagi kemaslahatan hidup didunia dan akhirat. (selamat menelaah !)


Moh. Dahlan, S.Ag (Pengasuh Ponpes Al-Furqon Muhammadiyah Cibiuk& pemerhati masalah-masalah social keagamaan)
Baca Selengkapnya... »

Pengelola Blog

Foto saya
Garut, Jawa Barat, Indonesia
Moh Dahlan adalah salah satu anak dari Kiyai Besar, H. Aceng Kosasih sang Pendiri Pesantren AlFurqon Muhammadiyah yang berada di Kecamatan Cibiuk-Garut. Keseriusan dan kesemangatannya dalam memahami ilmu-ilmu agama yang tertuang di dalam kitab-kitab klasik (kitab kuning) dan juga melalui pendidikan kuliahnya menjadikan dirinya mahir dalam memahami masalah sosial-keagamaan. Perjuangan Moh Dahlan dalam menyebarkan agama Islam melalui Pesantren yang saat ini tengah dikelolanya senantiasa didampingi oleh Istrinya yang cantik dan juga mempunyai etos kerja yang tangguh, Yakni Teh Nenden (begitu para santri memanggilnya). Pada Buah hatinya, Alif dan Wanda Moh Dahlan menyimpan tumpuan yang sangat besar. Harapannya tiada lain menginginkan kedua anaknya menjadi anak yang soleh dan solehah. "Nak, Ingatlah! Kehidupan yang akan datang, yang akan kalian jalani pasti tidak sama dengan kehidupan saat ini. Suatu zaman akan datang dimana akhlak yang baik dan ilmu agama seolah menjadi sebuah mutiara yang bercampur dengan debu di padang pasir. kalian mencari mutiara itu dengan sungguh-sungguh pun akan sangat sulit, apalagi tidak serius!" begitu nasihat pada kedua anaknya.

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.